Saturday, December 30, 2006

Nge-Gym Lagi

Minggu ini sudah dua kali gw mencoba berolahraga lagi di gym (hari selasa dan kamis). Bukan yang pertama kalinya sih (setelah sakit sekitar 4 bulan yang lalu), sempat juga sekitar 2 bulan yang lalu ke gym tapi ga berlanjut, hanya sekali itu tok, karena masih merasa kurang fit (banyak malesnya juga deng…he…he…).

Sebelum sakit, gw termasuk yg rajin berkunjung ke gym terutama buat ber-aerobik ria. Seminggu bisa 3-4 kali, dan sekali datang ke gym bisa 2 kelas aerobik diikuti (ditambah dengan setengah sampai satu jam fitness). Jadi kalo buat stamina, gw termasuk ok. Tapi berhubung pola makannya ga bener (sering telat lagi…telat lagi…, terutama makan malem karena biasanya pulang nge-gym nyampe rumah jam 9-10 malem, baru deh makan malem jam segituan…), pencernaan gw ga tahan, ambruklah gw…itu sekitar 4 bulan yang lalu…

Latihan kemarin yang gw lakukan masih terbatas. Gw belum berani ikut kelas aerobik karena merasa belum siap staminanya (selain karena di gym tersebut belum ada kelas aerobik yang waktunya cocok dengan waktu luang gw). Bahkan latihan di treadmill pun belum berlari baru berjalan saja (dengan kecepatan yang tercepat 5 saja) paling lama 30 menit. Setelah itu gw latihah perut, pinggang, bokong, paha, dan sedikit untuk tangan dan dada. Semua latihan menggunakan beban yang ringan (kecuali untuk sit up dan push up tanpa beban), dengan hitungan 10-15, 3 kali repetisi. Lumayan capek tapi ga terlalu menguras tenaga karena di sela-sela setiap repetisi gw beristirahat cukup lama (2-3 menit), dan minum cukup banyak air putih tentunya.

Nah, setelah sekian lama ga gerakin badan dan kemarin mulai gerak-gerak lagi, lumayan deh…pegelnya…terutama bagian pinggang dan paha (karena kemarin fitnesnya difokuskan ke daerah itu). Terasa banget kalo lagi naik dan turun tangga, berdiri dari duduk, atau pada saat mau jongkok dan berdiri dari jongkok. Memang hal yang biasa bagi seseorang yang baru atau memulai lagi berolahraga. Gw sendiri ga terlalu terganggu, bahkan mungkin lebih merasa ‘menikmati’nya, karena sebetulnya senang sekali sudah bisa nge-gym lagi. Mudah-mudahan nge-gym ini bisa terus berlanjut. Karena yang namanya olahraga kan perlu juga dilakukan. Mudah-mudahan cuaca yang nyaris hujan melulu ga mengganggu mood gw untuk terus nge-gym.

Friday, December 29, 2006

PR dari Bunda Nanet&Nadya

Postingan kali ini berupa jawaban-jawaban PR lemparan dari Bunda Nanet&Nadya. Biar ga lupa & dibilang ‘murid’ yang baik, rajin, dan tidak sombong (lho…??? He..he..) dikerjain aja segera. Silakan baca…!

5 alasan ngeblog
· Awalnya, buat menghabiskan waktu luang (waktu pertama ngeblog, lagi sakit dan sempat ga aktif ngantor dan kegiatan ke luar rumah lainnya).
· Berlatih menulis lagi.
· Biar tulisannya bisa dibaca orang, syukur-syukur dikomentari.
· Biar punya banyak temen, walau jarang ke tempat-tempat gaul.
· Biar ga jenuh, ngadepin kerjaan dan kegiatan itu-itu melulu (jadi blogwalking aja…).


5 tipe blog yang anda sukai
· Yang ngupas masalah-masalah ringan.
· Yang suka nyelipin puisi, gambar-gambar lucu/bagus, dan gaya tulisannya lain daripada yang lain.
· Yang suka kasih tips-tips dan wawasan baru.
· Yang sering update.
· Yang blognya rame, bagus, banyak asesorisnya, ada lagunya.

5 blog yang sering anda kunjungi
· Yang sering berkunjung dan nyapa/kasih komen di blog gw.
· Yang ada di list blog gw.
· Anggota baru blogfam yang nulis di kolom perkenalan.
· Blog gw sendiri lah…
· Blog mana lagi ya….?

5 blogger yang anda ingin lempari PR ini,
Gimana kalo…
· Mbak Krishna Muslim di Jogja (kulonuwun, Mbak…kerjain ya…)
· Yanti Wyant di Amrik sana (lagi nggak sibuk sekarang kan? Jd bisa ngerjain dong…)
· Franova di Jakarta (mudah-mudahan ga ganggu UASnya, atau udah kelar UASnya? Lagi libur, bisa dong ngerjain nih PR…)
· Niken di Jerman (Lagi dingin banget kan di sana? Mending diam di rumah ngerjain PR ini…he..he..)
· Fareez di Boyolali (jangan ke gunung mulu…sekali-sekali ngedon di depan komputer buat ngerjain PR ini ya…)

Sorry buat yang pernah kena ‘lempar’ ini PR, ga bermaksud ngrepotin lagi…:) ;)

Tuesday, December 26, 2006

Kurang Hiburan...?

--- Note: ---

Seminggu ini aktivitas blogwalking dan posting gw terganggu. Koneksi internet di rumah gw sedang bermasalah. Hubungan dengan link internasional dari provider gw down. Jadi yang bisa dikunjungi hanya situs-situs Indonesia seperti Detik.com atau Kompas misalnya. Bahkan untuk masuk ke google dan ke blog gw juga sempat tidak bisa. Baru hari ini berhasil masuk ke blog gw (kemarin yang bisa tampil hanya latar belakangnya saja, gw udah khawatir kejadian beberapa waktu lalu muncul lagi – lihat postingan gw tentang Blog Bermasalah). Sekarang gw sedang berusaha untuk membuka halaman untuk posting. Sudah bisa sampai dashboard tapi belum bisa masuk halaman untuk posting. Rasanya sedih juga ga bisa posting dan blogwalking berkunjung ke blog temen-temen. Pasti ketinggalan berita/cerita nih...:( Apalagi sekarang kan liburan, bakalan banyak cerita (atau pada belum sempet posting karena sibuk liburan?...)

Alhamdulillah…akhirnya bisa masuk ke halaman untuk posting juga. Selamat baca postingan baru (yang agak terlambat ini), temans…

---

Di suatu hari minggu (17 Desember lalu), gw beserta suami dan anak-anak sempat jalan-jalan ke sebuah mall, Istana Plaza (IP). Karena tempatnya lumayan dekat dari rumah, maka IP ini menjadi mall yang paling sering dikunjungi. Walaupun mall ini tidak terlalu besar (dibandingkan dengan misalnya Plaza Senayan apalagi Taman Anggrek di Jakarta), namun cukup representatiflah buat kami. Beberapa tempat: Gramedia, The Taste, Oh La La, dan Jco (serta Game Master buat anak-anak) menjadi tempat favorit kami jika berkunjung ke sana. Sambil membaca buku yang baru dibeli dari Gramedia dan meminum secangkir teh/kopi hangat dan sedikit nyamikan, kami bersantai dari kepenatan (lebih sering kejenuhan) akan rutinitas. Selain itu bisa sepuasnya browsing atau blogwalking karena mall ini menyediakan fasilitas free hotspot. Walaupun menurut beberapa teman (dan kami juga mengakuinya) koneksi internet di sana agak lambat, tapi kami tetap enjoy karena biasanya kami tidak melakukan hal yang urgen.

Ternyata hari itu, IP sedang mengadakan suatu acara untuk anak-anak. Kalau tidak salah Nickelodeon. Yang sempat gw perhatikan acaranya adalah lomba mewarnai (entah Spongebob atau Dora) dan menonton bersama (di layar yang cukup besar) film kartun Nickelodeon (yang waktu itu gw lihat adalah Spongebob). Tempat acara itu berlangsung adalah di koridor lantai dasar (di tengah-tengah mall yang bisa dilihat (hingga) dari lantai teratas/lt 3). Kami sebenarnya tidak tertarik dengan acara itu (anak-anak sudah terlalu besar untuk tertarik dengan Spongebob atau Dora, walaupun yang kecil masih suka menonton filmnya di TV). Tapi karena ketika kami sedang bersantai minum teh di lt 2, kami mengambil tempat duduk tepat di pinggir pagar void; maka sedikit banyak kami jadi bisa melihat ke tempat acara tersebut berlangsung.

Yang mengherankan, acara tersebut menyedot perhatian banyak orang dan anak-anak. Tidak hanya membludak di lantai dasar, tetapi juga di sekeliling pagar void di lantai 1, 2, bahkan 3. Yang gw heran, apa sih sebenarnya yang mereka tonton, karena waktu itu acaranya adalah lomba mewarnai. Masa itu dianggap tontonan menarik, sampai berdesak-desakan orang mencoba melihat lebih jelas. Dan itu bukan karena hanya ingin tahu saja (seperti gw yang sempet ngintip di tempat santai tadi), tapi kebanyakan dari mereka benar-benar terdiam di tempat yang berdesakan tersebut cukup lama. Atau barangkali bagi mereka, acara itu menarik karena sangking banyaknya peserta (membludak mungkin) sampai-sampai sebagian besar peserta kebingungan untuk menaruh kertas gambarnya dimana. Karena di sekeliling mereka (depan, belakang, samping kiri dan kanan) sudah ditempati oleh peserta yang lain yang sama bingungnya. Coba bayangkan, gimana bisa mereka mewarnai dengan baik dalam keadaan seperti itu? Entah seperti apa hasil dari kebanyakan peserta. Tapi mungkin enam orang peserta yang berhasil mewarnai dengan cukup baik sudah cukup. Karena kan biasanya hanya enam orang saja pemenangnya dari sekian banyak peserta (sorry, ga bermaksud sinis, but just kidding…). Keadaan seperti itu membuat kami memutuskan untuk tidak berlama-lama di sana karena keributan dan menjadi tidak nyaman kalau kami ingin berkeliling untuk melihat-lihat beberapa counter, karena ada beberapa tempat yang dilalui dipenuhi orang-orang yang berdesakan untuk menonton acara tersebut.

Dalam perjalanan pulang, sesuatu melintas di pikiran gw: sedemikian langkanya dan dinanti-nantinya kah hiburan gratis seperti itu oleh mereka? Ketika keluar parkir, gw perhatikan masih banyak orang (beserta anak-anaknya) berdatangan dengan menggunakan motor dan angkot, berbasah-basah karena hari sedang hujan. Bahkan tempat parkir motor tidak cukup sehingga antriannya yang cukup panjang menyebabkan kemacetan di tempat keluar-masuk tempat parkir. Tapi begitulah, mereka (seperti kita juga) begitu sayang kepada anak-anaknya sehingga (sekali-sekali) ingin memberikan hiburan bagi anak-anaknya sebagai salah satu perwujudan rasa sayangnya itu. Tapi karena hiburan yang biasa tersedia terlalu mahal buat mereka, maka mereka benar-benar memanfaatkan hiburan gratis seperti itu. Kalau nonton bioskop misalnya mereka kan harus membeli tiketnya, tapi di acara tadi mereka bisa seolah-olah nonton bioskop yaitu menonton film Spongebob di layar yang cukup besar (bukan layar TV). Walaupun kebanyakan harus berdiri dan berdesak-desakan, tapi kan mereka hanya tinggal menyediakan minum (teh kotak atau aqua gelas misalnya) dan sedikit nyamikan (sejenis chiki atau roti misalnya). Lumayan menghemat biaya. Yah, begitulah…sebuah potret yang memperlihatkan sudah sejauhmana ‘pembangunan’ Indonesia (sejauhmana kemampuan masyarakatnya memenuhi kebutuhan hidupnya).

Tuesday, December 19, 2006

Duka Kami

Ketika mendung menaungi

Tak ingin langit turut menangis seperti kami

Dan ketika mentari menyibak mendung itu

Terseka habis pula air mata kami

Memberikan ketegaran yang tak terperi

Menaburkan ketabahan dalam hati

Dan dengarkanlah pinta kami…

Ya, Allah…

Jika ini memang yang terbaik untuk kami semua dan dia

Kami ikhlas

Ya, Robbi

Ampunilah dosa-dosanya

Terimalah amal Islamnya

Mudahkan dan terangkanlah jalannya

Jadikanlah tempat selanjutnya ini menjadi tempat yang menyenangkan baginya

Berikanlah tempat yang layak baginya di sisi-Mu

Kabulkanlah doa kami…

Amin…

Note: Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Akhirnya Uwa gw (lihat previous posts: Olahraga = sehat…?) sudah mendahului kita semua, pada hari Senin, 18 Desember 2006 sekitar pukul 07.00 di RSHS. Dan sudah dikebumikan di hari yang sama pada sekitar pukul 16.00 di TMP Cikutra.

Saturday, December 16, 2006

Donor Seluruh Tubuh

Sewaktu googling, ternyata menemukan sebuah (dua buah sih sebenarnya, tapi topiknya sama) tulisan yang tiba-tiba menarik buat dibaca dan memunculkan beberapa ‘perenungan’. Tulisan ini sudah cukup lama, dibuat di bulan Juli 2003. Waktu itu mungkin gw ga begitu peduli dengan berbagai berita di koran, sehingga luput di simpan di memori (mungkin saja sempat membaca tapi kok bener-bener lupa ya…). Karena seharusnya berita seperti ini masuk koran walaupun mungkin bukan di halaman utama. Tulisan ini tentang seseorang yang mendonasikan seluruh tubuhnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan (dalam hal ini kedokteran), dan hal ini baru pertama kali terjadi di Indonesia. Kebetulan hanya kornea matanya saja yang bisa didonorkan kepada orang lain yang membutuhkan. Sementara organ tubuh lainnya (karena sudah mati biasa) tidak bisa didonorkan. Kecuali kalau organ-organ tubuh orang tersebut sudah diambil pada saat mati klinis (sudah tidak ada aliran ke otak, tapi jantung masih berdetak sehingga organ2 tubuh lain juga masih berfungsi, biasanya terjadi pada orang yang mengalami kecelakaan), maka organ-organ tersebut bisa didonorkan.

Setelah membaca tulisan tersebut, beberapa ‘perenungan’ muncul. Pertama, bagaimana hukumnya mendonorkan seluruh tubuh itu menurut agama (Islam)? Yang gw tau selama ini, menurut agama Islam, orang yang sudah meninggal jasadnya harus segera dikuburkan di dalam tanah (dari tanah kembali kepada tanah). Perlu waktu nih untuk mencari jawabannya. Atau barangkali teman-teman blogger ada yang sudah tahu. Please, let me know

Kedua, kalau memang diperbolehkan oleh agama, betapa mulia orang yang mengikhlaskan seluruh tubuhnya untuk dijadikan ‘kelinci percobaan’ bagi perkembangan dunia kedokteran. Bahkan mungkin keikhlasan keluarganya juga. Melihat pada tahun 2003 itu di Indonesia baru terjadi pertama kali (dan entah sudah bertambah berapa hingga kini), maka bisa disimpulkan sulit untuk mengikhlaskan tubuh kita (walaupun pada saat itu roh/nyawa kita sudah tidak ada di tubuh tersebut) ‘diacak-acak’ walaupun untuk manfaat orang banyak nantinya.

Ketiga, terketukkah hati kita untuk melakukan hal sama seperti yang dilakukan orang tersebut? Mmm…rasanya kok berat juga ya…:)

Thursday, December 14, 2006

Olahraga = sehat...?

Kemarin sore gw dan suami menengok seorang kerabat di RSHS. Beliau ini merupakan salah seorang pupuhu (sesepuh) di keluarga besar nyokap gw. Beliau adalah kakak ipar nyokap, sehingga kita memanggilnya Uwa. Beliau, saat ini terpaksa menginap di ‘hotel’ tersebut karena ada penyempitan di pembuluh darah jantungnya. Tidak tanggung-tanggung, berdasarkan pemeriksaan, pembuluh darah yang mengalami penyempitan itu berjumlah 9, dengan kadar penyempitan (jika dirata-rata) 90%. Karenanya perlu segera mendapatkan pengobatan. Dua alternatif yang ditawarkan adalah pembedahan (by pass) atau pemasangan cincin di setiap pembuluhnya yang mengalami penyempitan tersebut. Risiko yang akan didapat lebih besar jika dibedah dibandingkan pemasangan cincin. Tapi (sesuai dengan kemajuan teknologi yang dimilikinya) pemasangan cincin ini membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan pembedahan. Akhirnya keluarga menyepakati untuk melakukan pemasangan cincin. Pada saat tulisan ini dibuat, pemasangan itu masih berlangsung (semoga berjalan dengan lancar dan berhasil, cepet sembuh ya Uwa…Amin).

Yang membuat gw kaget adalah beliau selalu terlihat sehat selama ini. Tidak pernah sakit yang serius (ya kalau flu ringan sih kena juga). Badannya cukup proporsional (tidak gemuk untuk ukuran usianya, 70 tahunan), penampilannya terlihat jauh lebih muda dari usianya, rajin puasa senin-kamis, rajin pula berolahraga, bukan perokok (apalagi meminum minuman beralkohol) dan gw percaya untuk makanan juga tidak terlalu ‘rakus’ memakan ini-itu, cukup terkendalilah. Tapi begitu terkena sekali saja penyakit serius, penyempitan pembuluh darah jantung dengan jumlah yang cukup banyak dan kadar yang sedemikian tinggi. Sampai-sampai beliau ini sempat menginap di ICU pada beberapa hari pertama (beliau kena serangan jantung sekitar seminggu yang lalu).

Kasus ini memang merupakan salah satu kasus dimana seseorang yang rajin berolahraga juga ternyata tidak luput dari terkena penyakit yang cukup serius. Sebelumnya salah seorang teman suami, yang katanya badannya bagus di usia yang tidak muda lagi (50 tahunan) karena rajin berolahraga, ternyata meninggal dunia karena komplikasi gula, liver, dan jantung.

Memang, mungkin kasus-kasus seperti ini tidak banyak. Mungkin lebih banyak orang tetap sehat dengan rajin berolahraga (dan ditunjang dengan gaya hidup sehat lainnya, tentunya). Banyak faktor yang mempengaruhi kasus-kasus seperti ini. Barangkali faktor keturunan (misalnya penyakin gula turunan) juga mempengaruhinya. Atau, barangkali akan terucap komentar: kalau tidak melakukan olahraga, mungkin sudah bertahun-tahun yang lalu peristiwa itu (kena serangan jantung misalnya) terjadi. Wallahualam…

Friday, December 08, 2006

Amazing...

Dua peristiwa yang baru terjadi membuat gw melontarkan kata di atas. Keduanya berhubungan dengan teknologi yang semakin canggih.

Pertama. Beberapa hari yang lalu, ketika ramai-ramainya masalah Aa Gym berpoligami, suami tercinta membuat tulisan yang berisi chatting imajinernya dengan Aa (yang ingin baca tulisannya silakan liat disini). Dia kirim tulisan tersebut via email ke tiga milis yang dia ikuti. Ramailah milis-milis tersebut oleh komentar-komentar yang ditujukan untuk tulisan tersebut. Hal itu biasa terjadi karena memang berita tentang poligaminya Aa sedang hangat-hangatnya. Yang amazing adalah sejak kemarin mail box nya suami dipenuhi oleh kiriman-kiriman email yang mengomentari tulisan tersebut. Padahal orang-orang tersebut bukan anggota 3 milis di atas. Selain itu beberapa sms juga masuk ke hp suami untuk mengomentari tulisan tersebut. Tak ketinggalan YM suami juga dikunjungi oleh orang tidak dikenal dalam rangka menanyakan tulisan tersebut. Dan bahkan, Arie Daging (penyiar prambors yang kocak itu) membacakan tulisan tersebut di acara Putussnya tadi pagi!! Wow, amazing banget kan! Teknologi internet menjadikan suatu tulisan (iseng katanya) yang ditulis oleh entah siapa dalam waktu sedemikian cepat menjadi pembicaraan banyak orang…

Kedua, tadi sore gw menemani adik gw yang sedang hamil ke dr kandungan. Karena dr kandungannya juga sama dengan dr kandungan gw, jadi sekalian saja gw juga control IUD. Pada saat giliran adik gw diperiksa, gw sudah ikut masuk ke ruang periksa. Jadi gw bisa ikut melihat layar monitor USG ketika adik gw di USG. Amazing banget bisa melihat dengan cukup jelas bayi yang ada di kandungannya (sekarang masuk bulan ke 7). Dari kepala, perut, tangan, kaki, bokong, bahkan yang lebih detail seperti mata, hidung, dan jari-jari tangan maupun kaki. Dulu pada saat gw hamil anak kedua juga sering di USG, tapi monitornya belum sejelas ini. Masih agak sulit melihat bagian-bagian tubuh bayi kecuali kepalanya. Ya, lagi-lagi teknologi USG yang semakin canggih membuat kita bisa mengagumi ciptaan Allah yang tertinggi ini sejak di dalam kandungan ibunya…

Kedua peristiwa tersebut memang amazing banget buat gw…Subhanallaah…3X

Wednesday, December 06, 2006

Blog Bermasalah

Dua hari ini, gw agak kelimpungan karena tiba-tiba saja blog gw ga bisa tampilin isinya kalau dibuka. Yang terpampang Cuma latar belakangnya aja (warna item polkadot warna-warni). Langkah pertama yang gw lakukan tentu saja mencek template yang ada di dashboard blogger gw, kelihatannya sih ga berubah; untuk memastikannya gw coba preview blog, dan bisa tampil dengan baik. Berarti masalahnya bukan di template kan? Kemudian di blog hasil preview itu, gw iseng masuk ke komen postingan terakhir. Lancar pula. Untuk kembali ke halaman utama, gw klik ‘back’ yang ada di sebelah kanan atas; ternyata ga bisa, malah muncul tulisan:

Warning: Page has Expired

The page you requested was created using information you submitted in a form. This page is no longer available. As a security precaution, Internet Explorer does not automatically resubmit your information for you.

To resubmit your information and view this Web page, click the Refresh button.”

Walah!! Jangan-jangan ini yang membuat blog gw ga bisa tampilin isinya. Dan kayaknya gw diwajibkan untuk resubmit untuk bisa menampilkan blog gw kembali. Bingungnya, waktu gw coba refresh ga ada tanda-tanda bagaimana cara untuk resubmit. Walhasil, gw cuma bisa termangu aja kala itu.

Langkah selanjutnya yang gw lakukan adalah mencoba cari tau (baca: bantuan) dari beberapa temen blogger dan juga ke otak atik blognya Blogfam; belum juga teratasi. Nah tadi sore, di kampus sambil menunggu jemputan, gw coba masuk ke dashboard blogger gw lagi. Tadinya mau buka lahan (baca:blog) baru aja, trus dicopy paste isi templatenya. Gw memang ga yakin berhasil memindahkan isi blog lama ke blog baru seperti itu karena belum pernah nyoba, tapi paling ga gw nantinya punya lahan sementara walau harus mengawali posting lagi. Tapi sebelum membuka lahan baru, gw iseng masuk ke format. Dan ketika melihat format waktu jadi inget blog gw waktunya belum diformat ke waktu Indonesia. Gw ubah format waktunya, disave, kemudian direpublish. Pada saat republish berhasil dilakukan, gw coba view blog tanpa banyak harapan bisa liat tampilan seluruh blog (paling cuma latar belakangnya doang, pikir gw waktu itu).

Eh…ternyata…(gw sampai melonjak kegirangan) blog gw sudah normal lagi! Sudah bisa tampil dengan seluruh isinya. Gw bersyukur sambil masih bertanya-tanya, jadi apanya sih yang bermasalah sebenarnya? Setelah diingat-ingat, mungkin (gw ga yakin, soalnya bukan pakar otak-atik blog sih) waktu terakhir republish ga sempurna, terputus. Jadi pada saat republish untuk merubah format waktu, baru disempurnakan. Ah…lega rasanya…mudah-mudahan blog gw ga bermasalah lagi deh…

Note: Thanks berat buat temen-temen blogger (Ambu, Zilko, KrisnaMuslim, Franova, Dhie, dan Michael) yang udah kasih atensi buat mengatasi masalah blog gw ini.

Sunday, December 03, 2006

Poligami

Pagi ini, gw membaca berita di koran PR halaman pertama paling bawah tentang Aa Gym yang sudah menikah lagi, berpoligami. Sebenarnya sudah sejak kemarin gw mendengar kabar itu dari suami. Tapi masih belum yakin karena belum ada pernyataan langsung dari yang bersangkutan.

Poligami, gw percaya, menjadi salah satu kata yang ‘ditakuti’ oleh banyak perempuan (terutama yang sudah bersuami). Sebagian besar dari mereka memandangnya dengan sinis. Terus terang gw juga agak ‘takut’ dengan kata tersebut, walaupun tidak memandang sinis terhadapnya. Ketakutan gw berkisar pada apakah gw bisa bertahan kalau suami berpoligami (walaupun misalnya itu dengan istri yang lebih tua dari gw, lebih jelek, atau bahkan pilihan gw sendiri..heu..heuy..pilihan gw? Ga deh kayaknya…). Kebayang engga sih, suami yang biasa bercanda, makan bersama, pergi bersama, tidur bersama hanya dengan kita; trus dia bercanda, makan, pergi, tidur, berdua saja dengan perempuan lain? Sakit juga ya hati ini…

Sejak sebelum menikah dengan suami, gw memang sudah menyatakan bahwa boleh-boleh saja dia memiliki istri lagi (berpoligami). Karena gw menyadari banyak keterbatasan gw sebagai seorang istri. Tetapi tentunya dengan persetujuan gw. Jadi gw wanti-wanti kepada suami, kalau memang nanti ada perempuan yang dia suka, jangan main di belakang, tapi harus langsung bilang. Ya, bukan berarti gw ingin atau berharap hal itu terjadi, ga sama sekali (Naudzubillah…jangan ya Allah…jangan sampai…) Tapi kan paling engga untuk menghindarkan rasa lebih sakit hati lagi, kalau kita tahu suami ternyata punya istri lagi setelah bertahun-tahun kemudian, atau kita tahu dari orang lain. Memang kemudian pernyataan kesediaan gw dipoligami itu, akhir-akhir ini berubah. Boleh saja dia berpoligami, tapi kalau gw ga tahan, gw pasti minta pisah (cerai). Kesannya jadi kayak yang ngancem ya…padahal…emang iya…he..he...

Kalau ada yang berpikiran, masa sih seorang istri bisa berpikiran seperti itu? Baik banget ya? Kalau buat gw bukan masalah baik atau engga, entah kenapa gw tidak terlalu merasa ketakutan dengan masalah berpoligami ini. Tapi mungkin juga karena gw belum pernah mengalaminya. Bagi perempuan lain yang pernah mengalami (diselingkuhi suami), bisa saja itu menjadi trauma baginya. Dan memang sejauh ini, gw jarang berpikiran suami berpoligami. Mungkin karena suami juga tidak pernah memberikan tanda-tanda ke sana, bahkan kalau gw menyatakan boleh-boleh saja dia berpoligami, dia hanya berkomentar: “ah…punya satu istri aja repot, apalagi dua, tiga, atau empat…bisa pecah nih kepala”. Dan satu hal lagi, suami percaya, anak-anak manapun dalam hati kecilnya pasti tidak akan pernah rela kalau ayahnya berpoligami. Jadi alasan utamanya adalah dia ga mau menyakiti anak-anak.

Gw ga tau apakah berpoligami itu wajar bagi seorang laki-laki. Gw sendiri ga pernah terlalu menyalahkan laki-laki (yang tentunya banyak….eh…banyak kah?..entahlah… ‘mendukung’ poligami). Karena memang ada dalilnya di Al Qur’an, selain dari itu Nabi Muhammad SAW juga melakukannya. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah kelanjutan dari ayat di Al Qur’an yang menyatakan boleh berpoligami itu. Gw coba sitir di sini: “…, maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu sukai, dua, tiga, dan empat; tetapi kalau kamu kuatir tidak dapat berlaku adil, hendaklah satu saja… (Annisa: 3)”. Coba perhatikan kalimat yang dicetak miring. Itulah kelanjutannya, bahwa boleh berpoligami asal adil. Bukan hanya adil harta (material) tetapi juga adil dalam hal hati, cinta dan kasih sayang (immaterial). Kalau adil harta mungkin bisa tapi untuk adil hati, cinta, kasih sayang...? Mmm…ternyata ga mudah kan persyaratannya…

Kemudian, kalau menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW melakukan dengan alasan yang mulia. Karena beliau ingin menolong perempuan tersebut (misalnya janda tua miskin) sehingga kehidupan perempuan itu terjamin tanpa mengundang fitnah (kalau ga dinikahi, bisa-bisa dicurigai berzinah, karena setiap bulan menafkahi perempuan itu). Tapi coba kita lihat orang-orang yang berpoligami (orang-orang terkenal tentunya, kalau orang-orang biasa kan ga ada beritanya di koran, mana bisa kita tau). Mungkin iya mereka beralasan ingin menolong perempuan itu agar kehidupannya terjamin. Tapi apakah mereka akan tetap menolongnya kalau perempuan itu tua (berumur di atas 50 misalnya), buruk rupa, dan/atau cacat fisik misalnya? Ga janji deh…

Semua berpulang pada pribadi masing-masing. Kalau memang merasa diri mampu memenuhi persyaratan untuk berpoligami menurut agama (Islam), dan istri yang lain beserta anak-anaknya mengizinkan (ikhlas maksudnya); silakan saja. Hanya bagi orang-orang terkenal, tentunya juga harus mau menerima ‘penilaian’ dari masyarakat luas yang mungkin saja bisa menurunkan ‘derajat’nya di mata masyarakat tersebut. Dan terakhir, mudah-mudahan hal itu tidak terjadi pada gw…

Friday, December 01, 2006

Vertigo

Menjelang siang hari ini, gw sms seorang teman yang sudah cukup lama pernah saling janji untuk ketemu dan cerita-cerita. Gw bermaksud untuk menunaikan perjanjian tersebut. Tapi ternyata dia membalas ajakan gw dengan kata-kata (lewat sms lagi): “Aku lagi kena vertigo, duh menderita banget deh.”

Tentu saja gw ngerti banget ‘penderitaan’nya itu. Sekitar 3 bulan yang lalu (tepatnya tgl 11 Agustus), gw juga mengalami hal yang sama. Kena vertigo. Perbedaannya, dari penyebabnya. Dia karena typhus, gw karena maag (sama-sama pencernaan juga ding ya…). Sebelumnya beberapa teman gw yang lain juga pernah mengalami vertigo. Gw jadi penasaran, sebenernya apa sih vertigo itu?

Setelah coba buka beberapa halaman dari google, kira-kira seperti inilah hasilnya:
Seseorang yang mengalami serangan vertigo akan merasakan suatu sensasi berputar, disertai rasa mual serta takut membuka mata karena melihat dunia berputar, juga disertai dengan jalan yang sempoyongan (gw lebih merasa sempoyongannya seperti yang mau jatuh terus, bukan berputar-putar). Vertigo adalah perasaan berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala, bukan suatu penyakit dimana penderita merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar atau bergerak naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan.

Vertigo bisa disebabkan faktor fisiologis, misalnya berputar yang berlebihan, saat bermain "Halilintar" di taman hiburan. Pun sering dialami para astronot ketika berada di luar angkasa, ketika melakukan gerakan, sehingga kepalanya ada di dasar lantai pesawat -- padahal bila dilakukan di bumi dia tidak merasakan sensasi ini. Terjadinya vertigo ini bukan oleh suatu kelainan, tetapi justru oleh tidak adanya gaya gravitasi. Vertigo fisiologis ini lebih dikenal dengan istilah motion sickness.

Vertigo bisa juga disebabkan oleh infeksi atau trauma yang langsung merangsang syaraf sistem keseimbangan. Syaraf sistem keseimbangan juga sensitif terhadap kekurangan oksigen yang dapat mencetuskan terjadinya vertigo. Selain itu, keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi mengenai posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Vertigo biasanya timbul akibat gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan penglihatan. Dan vertigo juga dapat disebabkan perubahan kadar gula dalam darah yang mendadak.

Mmmhh…gitu ya…Tapi kok ga ada yang membahas penyebabnya pencernaan sih? Jadi bingung nih, hubungan pencernaan dengan vertigo apa dong ya? Wah, musti rajin browsing lanjutan nih, buat cari tau. Atau ngobrol sama temen/sodara yang profesinya dokter. Katanya sih, vertigo itu hilang atau sembuh kalau penyebabnya sudah dapat diatasi. Tapi pada saat serangan vertigo itu terjadi ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa sakitnya:

1. Yang paling penting, jangan panik begitu gejala vertigo menyerang. Tarik napas dalam-dalam, pejamkan mata, dan segeralah berusaha mencari posisi yang memungkinkan Anda berbaring. Jika tidak memungkinkan, maka segeralah duduk.
2. Pastikan Anda dalam posisi aman (berpegangan tangan). Tunggu beberapa menit untuk memastikan apakah serangan vertigo berkurang, atau tidak.
3. Jika Anda merasa mual dan ingin muntah, maka segeralah mencari bantuan orang-orang di dekat Anda untuk membantu Anda ke toilet. Pada beberapa kasus, setelah muntah keluhan vertigo ini menjadi berkurang.
4. Ketika bisa berbaring, pertahankan posisi tersebut sampai serangan vertigo berkurang, atau hilang.
5. Buka mata pelan-pelan, lalu coba miringkan badan, atau kepala ke kiri dan ke kanan. Jika dengan manuver ini serangan vertigo ternyata datang kembali, maka itu berarti Anda harus segera memejamkan mata, atau kembali ke posisi semula.
6. Bila karena proses perifera vertigo cepat berkurang, maka segeralah konsultasi ke dokter saraf.

Mudah-mudahan bermanfaat!

Tuesday, November 28, 2006

Arisan keluarga

Hari minggu kemarin (26 Nov), gw beserta keluarga besar (dari nyokap gw) mengadakan pertemuan rutin bulanan. Karena dalam acara tersebut salah satunya adalah arisan, maka kita biasanya memanggil pertemuan keluarga tersebut sebagai arisan keluarga. Padahal periode kali ini (setiap tahun selalu berganti periode dengan kepengurusan yang berbeda, digilir dari setiap keluarga, biar adil kebagian sibuk nagih-nagih uang arisan dan uang-uang lainnya), acara arisannya ga ada, lagi istirahat dulu, biar ga bosen. Jadi yang ada ya ngumpulin uang kurban, iuran, atau lunasin utang-utang. Trus selain makan-makan, biasanya ada semacam ‘nasehat’ dari para sesepuh atau dari ustad yang diundang.

Arisan keluarga yang ini, agak lain dari biasanya. Biasanya kita mengadakan di Bandung di rumah salah seorang keluarga kita, karena sebagian besar keluarga kita berdomisili di Bandung. Tapi kemarin kita mengadakannya di Jakarta, di rumah adik bungsu gw. Asyiknya serasa berlibur bareng keluarga (nyokap-bokap, gw sekeluarga, adik gw yang di bandung beserta suami dan dua anaknya, dan dua anak kakak gw). Kita sempet nginep semalem di hotel Santika Jakarta (tadinya mau nginep di rumah adik gw, tapi ga muat, kamarnya dikit sih). Ga asyiknya…puannasssnya itu lho…. Yang heboh, keluarga dari Bandung sampai nyarter bis segala biar bisa bareng-bareng perginya. Tapi ada juga yang pake mobil pribadi (kyk gw dan keluarga).

Syukurlah, walaupun emang kemarin itu Jakarta terasa panas banget (apalagi buat kita yang dari Bandung, mungkin karena banyak orang juga yang datang, sementara ruangan yang ada terbatas, padahal udah pasang tenda segala di halaman yang cukup luas itu…) tapi acaranya sih sukses. Banyaknya keluarga yang datang, makanan yang (menurut gw) oke, dan acara berjalan lancar; membuat kita semua menghela napas lega. Dan yang terpenting adalah rasa antara percaya dan enggak, hey…acara ini adik bungsu gw lho yang bikin. Ternyata, si bungsu yang dulu itu suka nyebelin, gampang ngambek, keras kepala, eh… sekarang udah mampu menjadi tuan rumah dari acara yang cukup besar (kalau dihitung-hitung yang datang lebih dari 80 orang lho…). Selamat ya Dik!

Tuesday, November 21, 2006

(Masih) Melajang

Sebelum ini, gw dan keluarga pernah berdomisili di Jakarta…eh... maksudnya rumah sih di Bekasi tapi kalo pergaulan banyak di Jakarta. Pada saat itu gw sedang ‘nyekolah’ lagi di UI. Dan kebetulan suami sejak kami menikah sudah bekerja di Jakarta, jadi kloplah pada saat itu untuk berdomisili di Jakarta…eh…Bekasi saja.

Selama ‘perantauan’ di Jakarta itu, gw berteman karib dengan beberapa orang (perempuan) yang sampai sekarang masih melajang. Sekarang ini usia mereka berada pada range 33 sampai 41 tahun.

Kadang-kadang kita suka berpikiran negatif tentang mereka yang melajang sampai usia sedemikian matang (hayoo…ngaku, bener kan?). Mereka terlalu sibuk dengan kariernya lah, terlalu memilih bertemanlah, terlalu egoislah, terlalu menikmati kesendiriannya lah, dsb. Kemudian kita akan mempertanyakan: apa sih sebenarnya yang mereka cari di usia seperti itu kok masih betah melajang?

Dari hasil diskusi (baca: curhat) mereka dengan gw, ternyata mereka tidak seperti yang kita pikirkan. Mereka juga sama seperti kita, perempuan kebanyakan, yang mempunyai keinginan dan harapan untuk hidup ‘normal’ (kalau berkeluarga dianggap sebagai hidup ‘normal’) seperti kita. Mereka juga tidak pernah meminta untuk menjalani kehidupannya seperti itu, melajang hingga usia ‘terlalu matang’.

Salah satu dari karib gw itu memiliki cerita yang cukup tragis mengenai kelajangannya.
Dia sampai sekarang masih melajang karena merasa belum ada seseorang yang bisa menggantikan eks teman dekatnya yang sudah menikah dengan orang lain. Mereka sempat dekat lama, 10 tahun (sejak mereka SMP, katanya). Mereka bukan tidak mau menikah. Bahkan si laki-laki sempat ‘melamar’ (belum secara formal dengan keluarga melainkan ‘lamaran’ si laki-laki ke orangtua karib gw), sayangnya tidak diperkenankan oleh orangtua karib gw. Padahal usia mereka pada waktu itu sudah cukup untuk menikah. Kalau tidak salah 26 tahun. Dan si laki-laki sudah memiliki pekerjaan tetap dengan penghasilan yang lumayan. Alasannya masih ada dua orang kakak perempuan karib gw yang belum menikah. Setelah itu, hubungan mereka menjadi renggang dan semakin renggang. Puncaknya adalah ketika sehelai undangan pernikahan si laki-laki (dengan orang lain tentunya) diterima oleh karib gw (kebayang sakitnya ya…hiks).

Jadi… kalau bertemu atau tahu seseorang yang masih melajang, janganlah negative thinking. Dan ‘persiapan’ buat ibu-ibu yang punya beberapa orang anak (terutama anak perempuan), jangan sampai perbuatan kita (misalnya tidak mengijinkan menikah, padahal usianya sudah cukup, dan secara materi juga sudah mampu, seperti cerita di atas) menyebabkan anak kita mengalami hal yang tidak ingin dialaminya (kalau cerita di atas: melajang sampai usia yang ‘terlalu matang’).

Thursday, November 16, 2006

Sex Education

Beberapa hari yang lalu, anak gw yang gede, Kaka Sasha, tiba-tiba ngambek hanya karena ‘kalah’ rebutan Sang Ayah dengan adiknya. Sang adik yang kebetulan sedang sakit ‘gondongeun’, memang agak ‘dimenangkan’ oleh Sang Ayah. Ngambeknya diekspresikan dengan mengurung diri di kamar tamu bawah. Setiap orang yang datang (Sang Ayah, atau gw) mengetuk dan membuka pintu kamar, diusir dengan teriakan: “Keluar! Jangan ganggu Sasha!”

Setelah beberapa lama didiamkan baik oleh gw maupun suami, akhirnya gw berusaha masuk kembali ke kamar itu untuk membujuknya mandi sore. Saat itu gw berhasil masuk dan mendekatinya (dia sedang telungkup di kasur membaca salah satu novel yang baru dibelinya), karena sebelum dia berteriak, gw menyapa dengan penuh kelembutan (deuuh…lembut ni…he..he.. kan gw seorang ibu juga…): “Kenapa, Sayang. Kok dari tadi marah-marah melulu?” Kemudian gw beraksi membelai-belai rambut hitamnya yang pajang dan lurus (karena rebonding, ikutan Nyokapnya…he…he…).

Awalnya dia diam saja, hanya mulutnya semakin maju, cemberut. Gw mengeluarkan kembali ‘jurus lembut’ tadi dengan beberapa kalimat membujuk lainnya (ga perlu ditulis di sini deh… takut bikin eneg…). Lama-lama dia melepaskan pandangannya dari novelnya (yang entah dibaca atau hanya sebagai eksyen aja agar keliatan seperti yang cuek) dan memandang gw dengan mata…..wah…berkaca-kaca…lho kok jadi nangis begini… Trus gw tanya, apa dia sebel sama Ayah, Bunda, atau adiknya. Dia menggeleng. Apa sebel sama temennya atau gurunya. Masih menggeleng. Jadi apa dong…bingung nih Sang Bunda…

Masih sambil membelai-belai rambutnya, gw terus membujuknya supaya bercerita apa yang membuat matanya berkaca-kaca. Akhirnya dengan suara bergetar nyaris menangis, dan air mata yang mulai berjatuhan, Kaka Sasha berkata pelan,” Sasha takut kalau nanti nikah.” Hah?! Gw langsung terperangah, nikah? Apa ga salah denger? Kok, tiba-tiba ngomongin nikah. Umurnya kan baru 10 tahun, dan dia bilang apa tadi? Takut? Kenapa mesti takut? Berentet pertanyaan langsung menyerbu pikiran gw. Tapi yang keluar dari mulut gw (ya…supaya keliatan ja’im juga lah…he..he..) cuma:”Lho, kok takut nikah. Memangnya kenapa?”

Jawabannya semakin membuat gw terperangah…(aduh, tulis di sini ga ya…tulis…ga… tulis…ga…emmh…tulis deh…):”Abis nanti ‘punya’nya yang laki-laki masuk ke ‘punya’nya yang perempuan. Kan sakit…” (sorry, kalau agak vulgar, tapi gw pengen share, siapa tau ada yang sedang atau akan mengalami nanti)

Walah…walah…omongan apa lagi ini. Tau darimana dia tentang….sex? Gile bener… Waduh gw bingung banget mau komentar apa. Tapi sebagai seorang ibu, gw kan harus bisa menenangkan dia, jangan sampai stress dengan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dia pikirin. Dan harusnya hal itu ga bikin stress kok, kan alami, normal, semua yang menikah akan mengalaminya.

Akhirnya, setelah berpikir sebentar, gw tanya kata siapa itu. Dia bilang kata gurunya di Bimbel (bimbingan belajar, anak sekarang memang lain banget dengan kita dulu, baru SD aja udah bimbel…). Gw tanya lagi, kok ngasih tau kayak gitu, emang dalam rangka apa? Dia jawab, ada di pelajaran IPA, tapi di sekolah baru akan dikasih minggu depan.

Wah…ternyata sudah ada sex education di SD toh. Gw akuin, bagus. Tapi harusnya orangtua murid diberi ‘pengarahan’ dulu, supaya siap kalau terjadi hal-hal seperti di atas. Materi apa saja yang disampaikan, seperti apa penyampaiannya, bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti di atas; itu semua perlu dibicarakan dengan orangtua murid. Dan yang terpenting, apakah semua itu membuat si anak waspada untuk bisa ‘menjaga diri’nya atau tidak, dengan semakin dini seseorang mendapatkan sex education. Jadi buat orangtua yang sebentar lagi anaknya berada di kelas 6 SD, siap-siap aja kalau tiba-tiba mengalami hal yang sama seperti di atas.

Tapi, alhamdulillah, masalah tersebut sampai sejauh ini sih bisa diatasi. Gw bilang aja, kalau itu tuh alami, wajar, dan ga perlu terlalu dipikirin. Itu kan dilakukan salah satunya biar bisa punya anak. Lagipula kan masih lama dia menikah. Jangan takut, liat aja orang di sekeliling dia yang sudah menikah (gw contohin gw sendiri dengan suami, kakek-neneknya, om-tantenya, dll), kan ga kelihatan takut bahkan happy kok. Dan untungnya dia mau mengerti, walaupun kadang-kadang masih suka nyeletuk masalah itu, kalau kita sedang berbicara yang nyrempet hal itu. Misalnya godain dia, mau ngasih ade lagi, dia kemudian komentar: “Ih.. ‘itu’nya Ayah harus masuk ke ‘itu’nya Bunda dong…” (sorry, agak vulgar lagi) Dasar…yang mulai ABG…

Tuesday, November 14, 2006

Pengennya sih…& Kok bisa ya…?

Kucari makna semua yang terjadi
Yang tampak hanya tanya
Berlari jua tak membawa arti
Yang ada hanya lelah

Beribu jarak telah kutempuh
Namun semua membisu
Beribu waktu telah berlalu
Tak pernah kubertemu

Di saat diri di ambang putus asa
Kudengar bisik itu
Ternyata Dia tak jauh dariku
Menunggu setia di kalbu

Ini lirik yang gw tulis beberapa waktu lalu (kayaknya pas lagi puasa deh, lupa). Waktu itu sih pengennya bisa ciptain lagu dengan lirik ini. Tapi baru setengah lagunya dibuat, semangatnya udah lari entah kemana. Kemarin gw nemuin corat-coretnya di kertas (dibalik dua lembar kertas bekas ujian mahasiswa gw) tergeletak tak berdaya di bawah kursi piano. Begitulah nasib lirik dan lagu (yang belum jadi itu) di tangan seorang yang angin-anginan kayak gw…he…he…he…

* * *

Hari sabtu kemarin, mertua gw dateng dari Solo dan menginap semalam di rumah. Mereka dateng dalam rangka menghadiri pernikahan salah seorang adik sepupu suami di Cimahi. Ga maksud ngegosip, gw cuma merasa heran aja. Kok bisa ya?

Maksudnya bukan kok bisa mertua gw dateng dan nginep di rumah gw, itu mah wajar atuh namanya juga rumah anaknya. Atau kok bisa mereka datang untuk menghadiri pernikahan salah seorang adik sepupu suami, ya wajar juga atuh kan sama saudara, cukup dekat pula hubungan persaudaraannya. Tp maksudnya pernikahan adik sepupu suami gw. Pernikahan itu tanpa pacaran dulu bahkan hanya melakukan kontak tiga kali. Diawali dengan perkenalan ‘semu’ dimana seorang teman adik sepupu suami (perempuan) ‘memperkenalkan’ seseorang (laki-laki, tentunya) melalui foto dan keterangan siapa dan bagaimana si laki-laki tersebut. Kontak kedua adalah perkenalan sesungguhnya dari kedua insan yang ‘dijodohkan’ tersebut. Dan kontak ketiga adalah dilamarnya si perempuan oleh si laki-laki tersebut. Bayangkan menikah dengan seseorang yang baru kita kenal. Mengikatkan diri, kalau bisa kan seumur hidup, dengan seseorang yang kita ga tahu sebenarnya seperti apa dia itu. Ck..ck..ck.. kalo gw ih.. ngeri. Memang sih, menurut agama Islam, begitulah yang sebaiknya dilakukan jika ingin memiliki pasangan hidup (menikah), tanpa pacaran karena dikhawatirkan akan terjadi ‘hal-hal yang tidak diinginkan’ (atau malah yang diinginkan…he..he…). Jadinya kita tidak menambah dosa dengan menghilangkan masa pacaran (mereka bilang, pacarannya dilakukan pada saat sudah menikah, lebih asyik katanya).

Tapi entah ya, gw ga terlalu yakin hal seperti itu bisa berhasil sepenuhnya. Walaupun sudah ada bukti keberhasilan pernikahan seperti itu. Ga jauh-jauh, tiga orang kakak sepupu gw menikah dengan cara itu dan sampai sekarang baik-baik saja rumah tangga mereka. Di balik itu, gw pernah denger cerita, ada yang menikah seperti itu ternyata laki-lakinya bukan orang baik-baik dan tidak bertanggungjawab, sehingga si istri terbengkalai. Mungkin kasus yang terakhir itu jarang terjadi. Tapi tetap saja menghadirkan pertanyaan ‘kok bisa ya?’ dibenak gw. Gw yang menikah setelah 5,5 tahun pacaran aja masih terkaget-kaget ketika setelah menikah menemukan sifat-sifat suami yang tidak pernah terlihat pada masa pacaran. Pertengkaran, jelas ada, tapi masih dalam batas kewajaranlah, kita masih selalu bisa mengatasinya. Toh, sebagian besar sifat dan kebiasaan suami sudah dikenal. Dan ada hikmahnya dari pertengkaran2 itu kok. Setiap abis bertengkar, kita jadi semakin mesra…heuheuy…suit suiw…

Stop ah, kok melenceng. Balik lagi ya… Jadi walaupun sudah ada bukti keberhasilan tersebut, gw tetap aja kagum sama mereka yang bisa melakukan pernikahan seperti itu. Tanpa mengenal dahulu, sudah langsung oke saja menjalani hari-hari bersama dalam kehidupan rumah tangga. Hebat deh… hal yang kayaknya ga bisa gw lakukan. Membayangkan kehadiran ‘orang asing’ tidur di sebelah gw, makan bareng di meja makan, bercakap-cakap sambil nonton TV atau baca koran…Hi..hi…ga kebayang deh… Cuma ya itu, kok bisa ya… orang lain seperti itu…

* * *

Masih cerita di hari sabtu yang sama. Sewaktu mertua sedang berkunjung ke rumah kakak ipar (yang tinggalnya di Cimahi), gw dan suami menyempatkan jalan ke salah satu mall baru (bahkan belum selesai pembangunan mall tersebut, jadi masih awut-awutan di sana sini) di Sukajadi. Paris Van Java, nama mall tersebut. Ceritanya mumpung bisa berdua-duaan, kedua ‘buntut’ yang biasanya ‘ngikutin’ kita kebetulan sedang punya ‘acara’ masing-masing. Yang besar, Kaka Sasha, sedang sekolah. Sementara yang kecil, Ade Ivan, sedang sibuk ‘balapan mobil’ di PSnya di rumah (dia sedang sakit, Gondongeun, kalo Bahasa Sundanya. Bahasa Indonesianya apa ya…?).

Kebetulan hari itu suami sedang berulang tahun. Jadi pengennya sih kita berdua menyempatkan ‘romatic lunch’ lah berdua aja. Pilihan jatuh pada restoran yang baru buka juga, Tawan. Dipilih restoran itu karena dua alasan. Pertama, merupakan salah satu restoran favorit kita (terutama gw, sering nongkrong dengan temen-temen) di Jakarta. Kedua, menunya sangat ‘gw familiar’ lah (saat ini gw belum bisa makan yang pedes, asem, dan terlalu manis gula putih) karena ada buburnya. Menu bubur juga yang pada saat itu kita pilih. Sayangnya, restoran itu belum siap sepenuhnya buat melayani dengan dengan ‘sempurna’ para calon pelanggannya. Menu pilihan kita (roast duck porridge) belum bisa dipesan karena belum tersedianya daging bebek. Pelayannya juga masih kurang gesit, karena kita harus menunggu agak lama untuk pesan dan pada saat gw meminta kecap manis. Memang saat itu jam makan siang yang notabene sibuk buat restoran. Dan suasana yang cukup ribut di dalam restoran membuat ‘romantic lunch’ jadi sulit terealisir. Mmmhh…ya sudah kita cari tempat lain deh.

Setelah melongok-longok beberapa counter dan membeli beberapa keperluan rumah tangga, akhirnya kita memutuskan untuk mengistirahatkan kaki kita yang mulai pegal di sebuah tempat yang dikenal sebagai tempat nongkrong anak muda Bandung, BMC. Berharap kekecewaan di Tawan bisa terobati, kita masuk ke tempat tersebut. Interiornya lumayan cozy, nyaman buat berlama-lama nongkrong di sana. Pelayannya juga dengan cepat merespon kedatangan kita sehingga ga perlu menunggu terlalu lama untuk pesan. Sayangnya (yah…kecewa lagi deh…) salah satu pesanan kita ga nongol-nongol sampai akhirnya kita sebel dan meninggalkan tempat itu. Kalau boleh usul, coba deh lihat cara Pizza Hut melayani pelanggannya (menurut gw restoran menengah yang termasuk bagus pelayanannya). Setiap selesai mengantarkan pesanan, pasti pelayannya akan bertanya,” Pesanannya sudah keluar semua?” Hal ini bisa menghindarkan peristiwa di BMC tadi.

Begitulah…pengennya sih bisa ‘romantic lunch’, ternyata… Ah sudahlah ga masalah. Bisa di coba lagi, mungkin… hari ini! Ya, hari ini giliran gw yang berulang tahun (Selamat ulang tahun kami ucapkan…he..he..). Yap, moga-moga deh bisa terealisir…

* * *

Kemarin ketika di perjalanan menuju kampus Dago, di depan mobil yg gw tumpangi melaju dengan anggun sebuah mobil bagus (harganya bisa mencapai 3-4 kali lipat mobil yang gw tumpangi) meluncur dengan mulus. Ketika gw sedang memuji bagusnya mobil tersebut, tiba-tiba ada sebuah benda (sampah, entah bungkus permen atau biskuit) melayang dari mobil tersebut. Gw terperangah. Beberapa detik kemudian, melayang lagi benda (yang mungkin sama) dari mobil tersebut. Gw semakin terperangah. Dan itu masih berulang beberapa kali sampai akhirnya, mobil bagus tersebut berbelok ke salah satu factory outlet yang berada di sebelah kiri jalan yang sedang gw lalui. Kok bisa ya…penumpang (yang kemungkinan besar adalah pemilik dari mobil tersebut, atau anaknya, atau saudaranya) membuang sampah sembarangan. Apa dia/mereka kira jalanan di Bandung ini adalah sebuah tempat sampah yang besar? (Atau barangkali mereka terinspirasi oleh penumpukan sampah di Bandung yang akhir-akhir ini mulai terlihat lagi? Ah, itu sih lain soal…) Tapi yang pasti, gw jadi berpikir:”punya mobil mahal dan bagus kok ga mampu sekolah, abis kelakuan kayak orang yang ga berpendidikan.” Padahal gw aja, selalu bela-belain ‘mengumpulkan’ sampah di mobil (ga jarang terasa lengket dan agak bau) yang baru akan ‘diboyong’ keluar kalau tempat sampah sudah menanti di dekat mobil. Dan itu gw tularin ke suami, anak-anak, pembantu, sopir, nyokap, bokap, adik-adik, temen, dsb. Tadinya gw pikir, ‘orang-orang bermobil’, apalagi dengan mobil yang bagus dan mahal, sudah punya kesadaran minimal seperti gw lah. Tapi ternyata… Ih…kok bisa ya…?

* * *

Saturday, November 04, 2006

Lebaran

Dua rasa bergelut dalam dada
Menjelang bulan baru datang menyapa
Sukacita karena kemenangan di depan mata
Sedihjiwa karena Ramadhan berlalu segera
Namun lembaran baru itu kan tetap membuka
Harus kujalani dengan segala rasa
Berucap kata ingin turut serta
Tuk lebih meringankan kaki ini melangkah…

“Selamat Lebaran, mohon maaf lahir dan batin”


Lebaran tahun ini agak berbeda buat gw. Gw merasa lebih enjoy menikmatinya dibandingkan tahun lalu. Paling nggak, terasa pada saat perjalanan mudik ke Solo, kampung halaman suami tercinta. Menyenangkan dan mengasyikkan sekali (dan terharu, ternyata gw masih diberi kesempatan untuk merasakan senang dan asyiknya mudik seperti itu) melihat anak-anak bersenda gurau selama perjalanan, atau melihat para pemudik lain dengan barang bawaan setumpuk yang ditaruh di atap mobil (kemudian kitapun berkomentar,”wah lihat, pemudik sejati.”), atau melihat peta untuk mencari setelah ini kota berikutnya yang akan dilewati apa, atau sejenak bersantai di tempat pemberhentian sambil menikmati sarapan maupun makan siang, atau ikut bernyanyi sesuai lagu yang diputar untuk menghilangkan kejenuhan, atau….ah pokoknya semuanya deh yang terjadi pada saat mudik.

Kadang-kadang kita menyempatkan bermalam di salah satu kota yang dilewati. Dan anak-anak gw akan berteriak kegirangan karena itu berarti menginap di hotel, hal yang selalu mereka tunggu-tunggu. Lumayanlah, bisa tidur nyenyak di tempat ‘dingin’, mengingat di tempat mertua tidak dilengkapi fasilitas pendingin. Kalo buat gw lebih pada fasilitas kamar mandinya (gw susah, sorry, pup kalo bukan di kloset duduk. Mmh.. dasar manja ya). Tahun ini kita memang tidak melakukan hal tersebut (“ya…kok kita ga nginep di hotel sih,”protes anak-anak) karena waktu untuk mudik terbatas, hanya 5 hari saja. Padahal di Solo sedang panas-panasnya (ya…ga ada tempat ngadem deh…he…he…he…). Tapi ternyata nginep di hotel itu terbayar juga di Bandung. Berhubung ketika sampai di rumah didapati rumah tanpa air (pompanya korslet) ditambah pula isi lemari es yang membusuk, dan saat itu hari sudah menjelang magrib. Kondisi badan yang capek setelah perjalanan dengan mobil lebih dari 12 jam, ga memungkinkan buat beresin rumah yang sedang ‘bermasalah” seperti itu. Jadilah kita boyongan ke hotel malam itu (“horee…akhirnya nginep di hotel juga…asyik…,”teriak anak-anak).

Ya…begitulah sekilas tentang lebaran dan mudik kali ini. Gw berharap diberi kesempatan lagi buat melakukan hal yang sama dengan perasaan yang lebih menyenangkan dan mengasyikkan lagi di tahun-tahun berikutnya. Amin.

Sunday, October 15, 2006

Berserah Diri

Sesak di dada tak terkira
Ketika angan melayang ke tempat tak terduga
Sakitnya sukma mendera
Ketika takut menghempas tubuh tak berdaya
Diri tersendat merayap perlahan
Ketika sekelebat kesejukan menerpa
Wajah terpana menatap penuh asa
Ketika seberkas cahaya menyapa
Semua sesak, sakit itu mendadak sirna
Ketika tersadar Engkau di sana
Membelai, membujuk dengan senyum penuh cinta
Dalam kuasa-Mu yang tak terhingga
Jiwa ini semakin lega
Di saat kuberserah diri pada Zat yang Maha Esa

Bandung, 14 Oktober 2006
Ya Rabbi, kuserahkan segalanya pada-Mu…
Karena hanya Engkaulah yang maha tahu apa yang terbaik bagi alam semesta…


Pastinya sudah lama dan seringkali kita mendengar kalimat: “berserah dirilah pada Allah, manusia hanya bisa berusaha namun Allahlah yang menentukan hasilnya”. Pastinya juga banyak yang setuju dengan kalimat tersebut, termasuk gw. Siapa sih yang ga tau kekuasaan Allah yang tak terbatas. (Cuma tau lho, belum tentu percaya, ya kan…?) Sejak kita belajar agama (Islam, yang gw tau), itu termasuk yang pertama kali dikenalkan: kekuasaan Allah yang tak terbatas. Jika Allah menghendaki sesuatu tinggal berkata: “Kun fayakun” maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya.

Tapi ternyata buat gw, tidak mudah untuk melakukannya. Secara ga sadar ternyata belum mampu mencapai keberserahan diri yang sesungguhnya. Memang dalam do’a sih sering terucap kata itu, tapi benar tidaknya kita sudah melakukan yang sesungguhnya akan terlihat dari bagaimana kita memandang dan menjalani hidup ini.

Gw memang bukan ahli agama (Islam), jadi apa yang gw pikirkan dan rasakan mungkin benar-benar berada di tingkat paling bawah dari ilmu agama tersebut. Tapi ga ada salahnya kan gw share, siapa tahu ada yang mampir berkenan buat share balik ke gw. Menurut gw, orang yang sudah mampu berserah diri kepada Allah adalah jika orang tersebut paling tidak sudah tidak lagi merasakan berbagai ketakutan dalam hidupnya (takut kehilangan hartanya, orang yang disayanginya, jabatannya, dsb; takut menghadapi masa depan; takut kesepian; dsb) dan iri hati (iri terhadap rizki orang lain, jabatan orang lain, keberhasilan orang lain, dsb.). Kalau kita masih sering berpikir: “apa jadinya kita kalau orang yang kita sayangi meninggalkan kita?” atau “bagaimana jadinya kita kalau besok-besok sudah tidak menjadi kepala bagian lagi?” atau “bagaimana anak-anak kalau kita tidak bisa mendampingi mereka lagi?” atau “kenapa dia bisa memenuhi segala keinginannya secara materi sementara kita tidak” atau “betapa enaknya dia karena diberi kemampuan untuk melakukan banyak hal sementara kita tidak” dst…. Maka belumlah kita menjadi salah satu orang yang berserah diri kepada Allah.

Padahal perlu diingat, yang namanya hidup, mati, dan rizki orang ditentukan oleh Allah. Ee…bukan berarti kita jadi ga berusaha ya, yang namanya usaha itu mah wajib sifatnya. Paling ga dengan berusaha, Allah tahu kita bersungguh-sungguh untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Hanya jangan terbebani oleh hasilnya nanti, berhasil atau tidak Allah yang berkuasa untuk menentukannya. Jadi, bismillah aja deh setiap kali kita berusaha ya…. InsyaAllah, kalau memang itu sudah bagian kita, ga akan lari kemana kok.

Penyebab kita masih belum bisa berserah diri itu biasanya adalah ketidakpercayaan kita akan keberadaan Allah yang memiki kuasa penuh tersebut. Kadang-kadang kita juga tidak menyadarinya. Di mulut kita mungkin berkata: “percaya…percaya kok..”. Tapi kalau ternyata masih juga sering berpikiran seperti di atas….wah…ga janji ‘percaya’ itu ada di hati kita yang paling dalam.

Yang tidak kita sadari bahwa keadaan tidak berserah diri (kepada Allah tentunya), ternyata tidak hanya merusak mental kita saja, tetapi juga fisik kita. Orang bilang, banyak orang yang sakit dan sulit untuk sembuh karena hal tersebut. Kalaupun sembuh, penyakit tersebut tidak hilang seratus persen, kadang-kadang kambuh lagi atau menjadi penyakit yang lain. Untuk orang yang sehat, keadaan berserah diri membuat orang tersebut jadi jarang dihinggapi penyakit. Ya kalau sekali-sekali merasakan penyakit yang ringan seperti batuk pilek, pusing, sakit perut; itu mah biasa. Kadang-kadang tubuh juga perlu mengingatkan diri kita agar tidak memforsir tubuh terus-terusan, artinya pada saat itu tubuh perlu beristirahat untuk sementara waktu.

Siapa sih yang tidak ingin sehat selalu? (pasti ga ada yang ngacung) Nah, karena itu perlu deh kayaknya dicoba untuk ga berpikiran seperti di atas. Jangan salah, gw juga masih suka berpikiran seperti itu, walaupun sudah mulai menurun intensitasnya. Jadi tulisan ini sebenarnya dibuat ga bermaksud buat ‘ngajarin’ siapapun yang sempet mampir. Melainkan lebih pada mengingatkan diri sendiri (kalo lagi lupa kan bisa baca2 lagi, gitchu….). Tapi mudah-mudahan juga bisa bermanfaat bagi siapa saja yang berkenan membacanya.

Monday, October 09, 2006

Cerita Lagi

Baru hari ini sempet update lagi. Kemaren-kemaren memang sedang agak males nulis & curhat. Kebetulan lagi ada laporan yang musti diselesaikan. Juga mungkin karena pagi mulai sering ke kampus, sore 'ngabuburit', dan malem keburu ngantuk (entah kenapa, abis buka bawaannya nguap melulu). Siang ini mustinya ke kampus (jadwal ke kampus: senin, rabu, jumat), tapi karena badan lagi terasa kurang fit (tadi malem 'salah makan', jd sempet lemes dan kepala agak berat, tapi waktu saur udah baikan) dan suami sedang kena radang tenggorokan jadi ga ngantor ke jakarta; gw batal ke kampus. Seharian nyelesain laporan dan online browsing sana-sini.

Sebenarnya sejak puasa, Alhamdulillah, kondisi badan sudah lebih baik. Tiga hari ini tamat puasa, hari ini saja ga puasa karena ngerasa kurang fit. Sedih juga sih masih 'salah makan', tapi menurut terapis gw memang seperti itu caranya, harus ada trial & error. Dengan peristiwa 'salah makan', tubuh akan bereaksi untuk mengatasinya, jadi enzim & hormon yang tadinya tidak diproduksi untuk mengolah makanan tadi, dipaksa diproduksi. Kalo 'salah makan' hanya menyebabkan kembung, sedikit mencret, atau sedikit pusing sih ga masalah. Biasanya pemulihannya juga cepat, paling 1-2 jam sudah fit lagi. Tapi kalo sampai lemes kayak tadi malem (sebelum ini peristiwa terakhir 'salah makan' karena makan kentang goreng A&W, mungkin minyak gorengnya ga bagus), cukup lama juga pemulihannya.

PS: Tulisan di atas ditulis beberapa hari lalu, dan ngedon di 'draft'.
***

(Tulisan ini kemudian diselesaikan...mmm...ditambah karena comment zilko, thanks zilko mengingatkan buat update lagi!)

Hari ini hari ke 20 puasa. Setelah 2 hari kemarin ga puasa (selasa sempet puasa, tapi sore perut melilit, malemnya ngrasa kurang fit), alhamdulillah hari ini bisa puasa lagi. Lumayan fit sejak pagi (mungkin karena tadi pagi tusuk jarum atau badan sudah lebih sehat...semoga yang kedua. Amin), tadi siang ke kantor sebentar trus jalan dengan teman-teman di ibcc sekitar 1 jam sambil menunggu anak selesai bimbingan tes. Kemarin adalah hari pertama gw tidak tusuk jarum. Sempet tekor juga stamina walaupun ga puasa. Tapi hebatnya ada dua aktivitas keluar rumah yang bisa gw lakukan. Pagi sampe makan siang mengikuti semiloka di sesko, trus sore ambil raport Sasha (anak pertama gw) dilanjutkan buka bersama di Panghegar. Sepulang dari sesko, sempet trasa cape dan agak pusing. Tapi, alhamdulillah setelah istirahat sebentar (tidur selama 1 jam) pusingnya hilang. Badan memang sempet agak lemes sewaktu bangun tidur, tapi menjelang berangkat ke Panghegar udah membaik.

Tadinya gw pikir, terapis gw bakalan ngijinin buat mengurangi intensitas tusuk jarum setelah mendengar pengalaman gw kemarin yang oke-oke aja tanpa tusuk jarum. Tp ternyata dia masih belum setuju hal tsb, dia bilang sampe rabu depan baru bisa dikurangi intensitasnya karena sekarang sedang pengobatan produksi enzim (& hormon?) secara intensif. Mungkin untuk persiapan lebaran ya, biar gw ga gigit jari ngliatin orang lain pada keenakan makan kue lebaran, tapi gw bisa gabung mereka menikmati kue-kue itu...mmm...kalo iya sih dengan senang hati dilanjutkan tusuk jarum setiap hari sampe rabu depan.

Gw memang ga konsultasi dulu ke terapis gw kalo kemarin ga tusuk jarum. Sebenernya ga disengaja juga, kebetulan ga ada yang bisa antar gw tusuk jarum kemarin pagi. Sopir gw kan musti nganter anak-anak sekolah, suami ke Jakarta, sopir Mamih pulang kampung (istrinya keguguran...semoga cepat pulih dan bisa hamil lagi dengan sehat...Amin); sementara gw belum brani nyetir sendiri. Tadinya kalo badan trasa ga enak, bisa tusuk jarumnya siang (ke Jl. Pungkur) atau malamnya. Tapi berhubung ngrasa oke-oke aja, ya bablas sampe tadi pagi. Lagipula, gw pikir buat persiapan mudik ke Solo (kampung suami) dimana selama seminggu gw bakalan absen tusuk jarum. Jadi dari sekarang dilatih ga setiap hari tusuk jarum biar ga kaget nantinya.

Eh, kayaknya dah adzan magrib tuh. Alhamdulillah....gw buka dulu ya.....

***

Bosen ya, baca tentang gw yang lagi pengobatan tusuk jarum melulu? Iya deh, sekarang gw punya beberapa cerita tentang hal lain. Masih berhubungan dengan gw juga tapi ga ada hubungannya dengan tusuk jarum.

Pertama, tentang perbedaan anak-anak dan orang dewasa (dalam cerita ini, orang tuanya) memandang suatu hal. Kemarin sore ketika menghadiri pembagian raport Sasha di Panghegar, gw melihat ada perbedaan pandangan antara anak-anak dengan orangtuanya terhadap hasil belajar mereka yang tercantum di raport (Sasha di kelas akselerasi, jadi kemarin dia & teman-temannya naik ke kelas 6. Tahun depan sudah bisa ke SMP, kalo kelas reguler tahun 2008 baru bisa ke SMP). Bagi si anak, berapapun jumlah hasil belajar mereka tidak membuat mereka menjadi malu (bagi yang hasilnya lebih kecil) atau besar kepala (bagi yang hasilnya lebih besar). Bagi mereka yang terpenting adalah mereka semua naik kelas dan bersenang-senang karena bisa 'merayakan' kenaikan kelas itu di sebuah ruangan yang cukup besar dan bagus di sebuah hotel berbintang 5. Itu terlihat dari dengan ringannya mereka menyebutkan berapa jumlah nilai raport mereka sambil tertawa-tawa riang dan saling bercanda. Sementara bagi sebagian (besar? Mungkin, yang pasti gw ga ngrasa...) orangtua, jumlah nilai raport itu menjadi hal yang penting, sehingga ada beberapa dari mereka yang tadinya tidak mau memberitahukan berapa jumlah raport anaknya kepada orang lain (termasuk kepada anaknya, karena tahu anaknya pasti dengan gembira akan memberitahukan kepada orang lain). Kemudian sebagian (besar.. atau semua? Kalau yang ini terus terang gw juga brasa, walau ga separah yang lain) saling membandingkan hasil nilai raport tersebut. Gw tidak secara langsung membandingkan seperti..."o.... si anu naik pesat ya, sementara si anu turun" atau "Berarti yang menjadi rangking 1 sekarang si anu ya, si anu jadi rangking 3" atau "kenapa ya si anu bisa naik sepesat itu, sementara anakku malah turun nih" atau "nak, coba lihat si anu, hebat kan bisa naik banyak nilainya. Makanya kamu harus rajin belajarnya supaya bisa seperti dia" dsb. Tapi, gw juga sempet bertanya (lewat Sasha) hasil raport beberapa temannya (teman2 sebimbingan tes). Gw sendiri berpikir bahwa seorang anak itu tidak bisa dibanding-bandingkan dengan orang lain dalam hal hasil nilai di raport. Yang bisa dibandingkan adalah hasil nilai raport si anak sekarang dengan yang sebelumnya. Alhamdulillah, hasil nilai raport Sasha meningkat dibandingkan sebelumnya. Itu sudah cukup memperlihatkan keberhasilannya dalam belajar kali ini. Semoga engkau tidak hanya diberikan kepandaian dalam ilmu pengetahuan saja, anakku, tetapi juga diberikan kepandaian spiritual, serta mengamalkan keduanya dalam kehidupanmu sehingga dirimu menjadi orang yang berguna bagi dirimu, orang-orang di sekitarmu, dan alam semesta ini. Amin.

Kedua, tentang puasa dan menggunjingkan orang lain. Nah, masalah ini termasuk yang sulit untuk dihindarkan. Untuk benar-benar menghindarkan diri sendiri menggunjingkan orang lain saja sulit bagaimana untuk menghindarkan orang lain berbuat sama? Hari ini saja seingat gw paling tidak sekali gw menggunjingkan orang lain (membicarakan kejelekan maksudnya, kalau kebaikan orang lain kan tidak termasuk menggunjingkan). Walaupun tidak berkepanjangan (kebetulan ketika gw baru membicarakan hal ini, gw sudah harus berpisah dengan lawan bicara, mungkin ini 'pertolongan' dari Allah, agar gw ga keterusan bergunjing), tapi gw nyesel sekali (ampuni hamba-Mu ini ya Allah). Sampai-sampai gw bermaksud buat meminta maaf langsung pada yang bersangkutan (sampai sekarang belum kesampaian, gw sungkan karena sudah lama ga kontak, mungkin lebaran nanti moment yang tepat...?). Trus, paling tidak gw mendengarkan dua orang (di kesempatan yang berbeda) menggunjingkan orang lain (ya Allah, ampuni lagi hamba-Mu ini). Sedihnya gw ga mampu untuk menghentikan atau meninggalkan pembicaraan pada saat itu. Memang gw ga berkomentar apa-apa, paling hanya..."masa sih.." atau "o...begitu ya.." dst. Tapi kan telinga ini mendengarkan yang seharusnya tidak didengarkan. Padahal isi dari gunjingan itu, buat gw ga penting banget. Kalaupun benar orang yang digunjingkan seperti itu, apa yang bisa kita perbuat pada saat itu coba? Menggunjingkan? Ih... ga oke banget deh. Kalau memang kita tidak mampu berbuat apa-apa untuk membuat dia menjadi 'baik' (dalam pandangan kita), ya... paling tidak do'akan saja semoga dia bisa berubah tanpa menggunjingkannya. Apalagi sekarang bulan puasa, sepertinya lebih baik mendengarkan Opick bernyanyi..."laa illaha ilallah....4X" atau Armand Gigi bersenandung "ada sajadah panjang terbentang....". Astaghfirullah...3X

Cukup dulu dua cerita 'yang lain' buat hari ini.....

Monday, September 25, 2006

Marhaban Yaa Ramadhan...

Beberapa hari yang lalu, sebelum puasa, gw sempat berpikir (dengan sedikit sedih): "ramadhan ini bakalan ga serasa ramadhan." Kenapa? Melihat kondisi gw yang masih harus sering 'ngemil', rasanya ga mungkin ikut berpuasa. Dan membayangkan itu, gw jadi kurang bersemangat menyambut bulan suci penuh berkah ini. Mamih (ibu tercinta) menghibur: "Kamu masih bisa melakukan ibadah lain di bulan ramadhan. Bahkan berbuat ramah dan baik kepada orang, banyak terseyum, banyak bersyukur, banyak bersabar; itu juga ibadah." Selain menyebutkan tarawih, baca qur'an, baca buku keislaman, sholat berjamaah, sholat-sholat sunat, dsb. Walaupun masih dengan perasaan hampa, gw meng-iyakan beliau.

Tapi tau ga? (Ya ga lah, kan baru mau dikasih tau) Hari pertama puasa, Alhamdulillah, gw melalui dengan hati lega, bahagia, senang, dan bersemangat. Gw bisa berpuasa sampai beduk magrib tiba! Rupanya niat yang kuat, dukungan orang-orang terdekat, dan ga kalah pentingnya: tusuk jarum, membuat gw bisa berpuasa. Sehari sebelumnya, gw sempat berkonsultasi dengan akupungturis gw, dan beliau meyakinkan bahwa gw mampu berpuasa. Semoga untuk hari-hari selanjutnya gw semakin ringan menjalankan ibadah puasa tersebut. Amin.

Kegiatan tusuk jarum yang masih gw jalani setiap hari, pindah jadwal dari malam hari ke pagi hari. Jadi rutinitas pagi hari setelah saur dan sholat subuh adalah terapi ke kawasan Cimahi. Nah, seperti banyak orang bilang bahwa Ramadhan merupakan bulan penuh berkah; di saat terapi yang berlangsung setelah subuh itu pun berkah itu telah terasa. Mungkin hal yang sepele, tapi cukup membuat gw bersyukur. Gw jadi ga perlu repot-repot membawa perbekalan buat makan. Terapi di pagi hari juga membuat tubuh lebih segar dalam menjalani berbagai aktivitas di hari tersebut. Kalau hari pertama sempat diwarnai oleh agak lemes dan agak berat kepalanya. Wajarlah. Namanya juga hari pertama. Tubuh sedang beradaptasi. Jangankan yang sedang menjalani terapi seperti gw, orang yang sehat juga merasakan hal yang sama: agak lemes (at least my dear love husband felt it). Semakin siang, badan semakin enak, lemesnya hilang dan berat di kepala banyak berkurang. Jadilah sore harinya, gw beserta suami dan anak sulung gw (yang bungsu sedang agak demam, radang tenggorokan. Tusuk jarum juga deh) 'ngabuburit'.

Sekarang, hari kedua puasa, yang baru sampai jam 9.30an pagi; sedang gw jalani. Alhamdulillah lebih baik dari kemarin. Ga terlalu lemes dan kepala lebih ringan. Rencananya siang nanti gw mau ke kantor sebentar. Ah, rasanya semakin mantap dan bersemangat menjalani ibadah di bulan ramadhan ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan maghfiroh dan berkahnya kepada kita. Amin. Marhaban Yaa Ramadhan...

PS: Walau telat, mohon maafkan segala kesalahan lahir dan batin dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankannya.

Friday, September 22, 2006

When something 'new' greets my life

Kemarin adalah salah satu hari yang turut berperan untuk 'melahirkan' diri gw yang 'baru'. Ketika kondisi tubuh menurun (sementara saja, ngga separah waktu makan sop buntut, karena makan sesuatu lagi yang masih belum 'familiar' dengan perut gw), berbagai ketakutan mulai berdatangan. Seperti apa dan dalam bentuk apa, agak sulit diceritakan, tapi yang pasti membuat tidak nyaman. Setelah beristirahat beberapa saat, dalam keadaan masih agak lemes, gw menghampiri suami tercinta yang sedang bekerja di balik laptopnya di kamar kerja kami. Dengan sedikit bercanda, gw sedikit berkeluh kesah tentang ketidaknyamanan itu. Dan terdengarlah beberapa 'kalimat pencerahan' itu, kemudian gw digiring untuk membaca dua tulisan yang berhubungan dengan itu (yang berminat membaca tulisan tersebut silakan ke fauzirachmanto.blogspot.com).

Kemudian, tiba-tiba saja gw bisa 'let go' salah satu (atau satu-satunya? entahlah) beban 'ketakukan' terbesar gw. Entah karena itu (sepertinya iya) atau memang tubuh sudah berhasil recovery; tubuh menjadi lebih segar, kepala menjadi lebih ringan, bahkan panas dalam yang beberapa hari ini sedang terasa menjadi hilang (tapi masih suka terasa sampai sekarang, hanya tidak seberat kemarin-kemarin). Beberapa 'point' yang begitu 'menyejukkan' sukma adalah:
  • fokuslah pada kekinian (sekarang), jangan terhanyut pada masa lalu maupun menggelisahkan masa depan.
  • setiap orang pasti berbuat kesalahan, belajarlah memaafkan diri sendiri seperti juga memaafkan orang lain.
  • Jangan menilai sesuatu itu sebagai untung atau rugi, karena kita tidak tahu segala sesuatu yang menimpa kita itu menguntungkan atau merugikan kita, walaupun itu kelihatannya buruk di mata kita.
  • Percayalah Tuhan YME, telah dengan sempurna mengatur segalanya untuk kita, yang pasti itu terbaik untuk semuanya (untuk kita, orang yang kita cintai, bahkan alam semesta).

Terima kasih, Tuhan. Engkau telah mengirimkan dia kepadaku...

Monday, September 18, 2006

Abis Kambuh...

Hari senin ini, gw di rumah aja kayaknya. Sedang pemulihan dari kambuh lemes dan pusingnya kemarin siang. Yang bikin sebel, penyebabnya adalah sop buntut yang lezat itu. Tapi memang dari semalem sebelumnya, perut gw sedang berasa panas dan agak perih. Paginya ga se fit biasanya (mungkin perut panas & perih itu lg proses penyembuhan, perlu energi yang cukup banyak, jadi paginya ga terlalu fit). Siangnya sebelum makan siang, sempet jalan-jalan ke IP (Istana Plaza). Kebetulan kakak ipar gw dari Sragen dateng, jadi sekalian ngajak jalan dan cari oleh-oleh buat anaknya. Makan siang di The Taste (ini tempat favorit keluarga gw di IP) yang memang enak sop buntutnya. Sempet ragu juga soalnya gw lagi kepengen ayam bakar juga (kalo yang ini kayaknya ga bikin kambuh, soalnya ga terlalu berlemak dan berkolesterol kayak sop buntut). Ya, pengalaman deh. Lain kali kalo mau coba-coba makanan, musti badan lagi fit dan jangan terlalu banyak dulu (mungkin 1/4 porsi dulu, gitu), kemarin sih langsung sok gagah minta seporsi.

Terapis gw, cuma tersenyum waktu semalam gw cerita tentang kambuh gara-gara sop buntut. Dia bilang ga apa-apa sekali-sekali makan sop buntut, tapi karena perut gw masih belum sembuh benar (jadinya sensitif sekali ya? Apa orang lain yang bermasalah dengan pencernaan terutama maag juga seperti ini?) dan kebetulan juga lagi ga fit, ya kambuh deh. Memang ga cuma sekali itu gw kambuh gara-gara makanan yang belum bisa diterima perut gw. Kamis kemarin juga sempet agak lemes dan pusing (tapi ga separah kemarin), kayaknya gara-gara makan pepes tahu yang ternyata dicampur dengan telur (ini salah satu makanan yang belum bisa diterima perut gw, tapi kalau hanya putihnya saja dan jumlahnya sedikit, misalnya 1/2nya, paling hanya terasa agak kembung & pusing dikit). Tapi recoverynya cukup cepat, jam 1-an siang terasa, jam 3-4an sore dah lebih enakan nih badan. Kemarin yang cukup lama, jam 1-an siang terasa, baru magrib bisa bangun lama dari tempat tidur.

Sekarang sih, alhamdulillah udah lebih fit (walau belum se fit sebelum kambuh). Apalagi setelah tadi olahraga, jadi lebih seger deh. Terus, walaupun sempet sendirian di rumah (ada pembantu sih seorang, tapi kan ga bisa diajak ngobrol), tapi gw bisa chatting ama suami tercinta (sekarang lagi nengokin kerjaannya di Jakarta) dan sempet ngobrol sama Teh Dian (itu, yang sembuh meningitis dengan akupungtur). Makasih ya, Teh, mau ngobrol, padahal lagi sibuk nyiapin anak sekolah ya (maaf, ya Teh, abis kebelet pengen ngontak nih). And thanks alot darling, for your support that always come to me when I need it, even only chat with you, makes me feel more comfortable to face the day...

Saturday, September 16, 2006

Hari ke 36

Hari ini, hari ke 36 gw terapi akupungtur. Setiap malam sejak tanggal 12 Agustus lalu, gw meluncur ke Cimahi untuk menjalani terapi tersebut. Sehari sebelumnya (11 Agustus), maag gw kambuh terparah selama ini. Menurut adik ipar gw yang dokter, gw terkena sindrom meniere (awal dari vertigo?). Syaraf keseimbangan gw terganggu, gara-gara maag itu. Gw ngerasa dunia jadi goyang, seperti mau jatuh dan pingsan dan badan terasa lemas. Di saat gw ga tahan, gw sempet minta dibawa ke rumah sakit aja waktu itu. Tapi rupanya Tuhan tidak menghendaki itu, adik ipar gw keburu dateng dan memberikan beberapa obat untuk mengurangi gejala yang gw rasakan.

Keesokan harinya (12 Agustus), gw terbangun dengan badan yang masih lemes. Tiba-tiba gw teringat, sekitar satu setengah tahun yang lalu ada seorang rekan pengajar yang menyarankan untuk terapi akupungtur ketika tahu kalo gw punya maag. Terus gw juga inget rekan tersebut bercerita bahwa istri dari salah seorang rekan pengajar bisa sembuh dari meningitis (radang selaput otak) dengan terapi ini tanpa operasi. Atas dukungan suami, gw mengontak rekan pengajar tersebut yang pada waktu itu sedang berada di Surabaya. Beliau dengan senang hati memberikan alamat akupungturis yang sudah menyembuhkan istrinya. jadilah siang itu gw mulai ditusuk jarum. Pertama kali ditusuk, hasilnya sudah langsung terasa, lemesnya jauh berkurang.

Sampai saat ini, perkembangan kesehatan gw sudah cukup baik. Walaupun luka di alat pencernaan (ternyata tidak hanya lambung yang luka, tapi juga di usus 12 jari bertengger sariawan) masih ada (bisa dilihat dari masih adanya sariawan di mulut), tapi stamina sudah mulai meningkat. Gw sudah bisa olahraga (aerobik low impact sendiri di rumah) selama 45 menit hampir setiap hari dilakukan. Ke kantor juga sudah mulai dicoba, walaupun baru bisa sekitar 2 jam saja. Pusing dan lemesnya sudah jarang terasa; hanya perih dan panas di perut, kembung, radang di tenggorokan dan telinga masih suka terasa, dan makanan masih terbatas (bahkan makan kue marie pun belum bisa banyak, jadi suka pusing dan lemes).

Mudah-mudahan terapi yang sedang gw jalani berjalan dengan lancar dan berhasil, dan gw diberi kesabaran untuk menjalaninya (terapisnya bilang, untuk masalah pencernaan yaitu lambung dan usus memang agak lama). Dan tentunya bisa cepat sembuh. Amin.

with kids Posted by Picasa

Ajakanmu, dulu dan sekarang

Kasih,
Ingatkah ketika kau tuliskan berbait kata untukku
Ketika kau merasa kuragu tuk menyambut uluran tanganmu yang mengajakmu menuju tempatmu
karena dirimu berada di tempat gersang dengan panas matahari membakar ubun-ubunmu
Yang menurutmu tanahnya penuh dengan kerikil dan batu sehingga melukai telapak kakimu
Sementara katamu aku berada di taman yang indah tanpa kesedihan di dalamnya
Yang katamu tanahnya dapat dengan mudah dilewati tanpa rintangan yang berarti
Kau tak yakin kumau berbagi suka dan duka yang menyertai hari-harimu
Kau tak yakin kumau memasrahkan hidupku di tempat gersang itu
Bahkan kau tuliskan kuhanya tersenyum atas ajakanmu
Itu lima belas tahun yang lalu

Kasih,
Ingatkah ketika lima tahun kemudian aku berjalan mendekatimu
Kaupun melangkah menghampiriku
Kita berada di antara dua tempat itu, tempat asalku dan tempat asalmu
Dan di sanalah kita bersatu, memadu janji untuk terus bersama mengarungi sedih bahagianya lautan kita berdua
Kita tidak berada di tempat asalmu, tidak pula di tempat asalku
Dan aku bahagia, ketika kau dengan perkasa membusungkan dada
“ku kan melindungimu, ku kan membahagiakanmu…”
Tapi sungguh ku tak tahu jalan apa yang akan kau tempuh tuk memenuhi janjimu itu
Sepuluh tahun yang lalu

Dan sekarang, Kasih…
Ketika kuterhenyak atas kata-katamu di malam itu
Aku memang meragu
Mampukah aku menyambut ajakanmu?
Bisakah aku sekuat dan sebaik dirimu?
Haruskan aku memasuki duniamu, untuk mendapatkan kembali kebersamaan kita seperti dulu?
Entahlah, Kasih…
Tak pernah kubermimpi berada dalam bimbang seperti ini

Bandung, 21 Desember 2005, 11:23
“If you want to join with my team, do as my way”
Maaf, Kasih jika aku belum mampu…

Malu

Saat terpandang wajah lelah menatap harap dari balik kaca
Teriris hati memikirkan banyak kesusahan yang menimpanya
Kucoba membayangkan ketegarannya menghadapi gelengan demi gelengan manusia
Yang terduduk nikmat dalam hembusan pendingin kendaraan mewahnya
Namun sejumput senyum masih sempat terlukis dari bibir hitamnya
Keletihan hanya diredakan oleh sekaan tangan sekilas untuk menyapu keringat di dahinya
Betapa malu hati ini, Tuhan
Seharusnya kubersyukur lebih banyak kepada-Mu
Atas semua berkah dan kasih sayang-Mu
Karena mungkin kesusahan yang kualami hanya seujung kuku dari yang dialaminya

Bandung, 20 Desember 2005, 11:08

Tuesday, August 29, 2006

Benarkah Tuhan?

Dalam segala musim, Tuhan selalu Penyayang*
Benarkah?
Kuingin Tuhan hadir di hadapan
Agar dapat kudengar sebait jawaban
Atas pertanyaan yang demikian mendalam

Bandung, 17 Desember 2005, 09:20
*sebaris tulisan Habiburrahman ElShirazi dalam “Ayat-ayat Cinta”