Thursday, November 16, 2006

Sex Education

Beberapa hari yang lalu, anak gw yang gede, Kaka Sasha, tiba-tiba ngambek hanya karena ‘kalah’ rebutan Sang Ayah dengan adiknya. Sang adik yang kebetulan sedang sakit ‘gondongeun’, memang agak ‘dimenangkan’ oleh Sang Ayah. Ngambeknya diekspresikan dengan mengurung diri di kamar tamu bawah. Setiap orang yang datang (Sang Ayah, atau gw) mengetuk dan membuka pintu kamar, diusir dengan teriakan: “Keluar! Jangan ganggu Sasha!”

Setelah beberapa lama didiamkan baik oleh gw maupun suami, akhirnya gw berusaha masuk kembali ke kamar itu untuk membujuknya mandi sore. Saat itu gw berhasil masuk dan mendekatinya (dia sedang telungkup di kasur membaca salah satu novel yang baru dibelinya), karena sebelum dia berteriak, gw menyapa dengan penuh kelembutan (deuuh…lembut ni…he..he.. kan gw seorang ibu juga…): “Kenapa, Sayang. Kok dari tadi marah-marah melulu?” Kemudian gw beraksi membelai-belai rambut hitamnya yang pajang dan lurus (karena rebonding, ikutan Nyokapnya…he…he…).

Awalnya dia diam saja, hanya mulutnya semakin maju, cemberut. Gw mengeluarkan kembali ‘jurus lembut’ tadi dengan beberapa kalimat membujuk lainnya (ga perlu ditulis di sini deh… takut bikin eneg…). Lama-lama dia melepaskan pandangannya dari novelnya (yang entah dibaca atau hanya sebagai eksyen aja agar keliatan seperti yang cuek) dan memandang gw dengan mata…..wah…berkaca-kaca…lho kok jadi nangis begini… Trus gw tanya, apa dia sebel sama Ayah, Bunda, atau adiknya. Dia menggeleng. Apa sebel sama temennya atau gurunya. Masih menggeleng. Jadi apa dong…bingung nih Sang Bunda…

Masih sambil membelai-belai rambutnya, gw terus membujuknya supaya bercerita apa yang membuat matanya berkaca-kaca. Akhirnya dengan suara bergetar nyaris menangis, dan air mata yang mulai berjatuhan, Kaka Sasha berkata pelan,” Sasha takut kalau nanti nikah.” Hah?! Gw langsung terperangah, nikah? Apa ga salah denger? Kok, tiba-tiba ngomongin nikah. Umurnya kan baru 10 tahun, dan dia bilang apa tadi? Takut? Kenapa mesti takut? Berentet pertanyaan langsung menyerbu pikiran gw. Tapi yang keluar dari mulut gw (ya…supaya keliatan ja’im juga lah…he..he..) cuma:”Lho, kok takut nikah. Memangnya kenapa?”

Jawabannya semakin membuat gw terperangah…(aduh, tulis di sini ga ya…tulis…ga… tulis…ga…emmh…tulis deh…):”Abis nanti ‘punya’nya yang laki-laki masuk ke ‘punya’nya yang perempuan. Kan sakit…” (sorry, kalau agak vulgar, tapi gw pengen share, siapa tau ada yang sedang atau akan mengalami nanti)

Walah…walah…omongan apa lagi ini. Tau darimana dia tentang….sex? Gile bener… Waduh gw bingung banget mau komentar apa. Tapi sebagai seorang ibu, gw kan harus bisa menenangkan dia, jangan sampai stress dengan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dia pikirin. Dan harusnya hal itu ga bikin stress kok, kan alami, normal, semua yang menikah akan mengalaminya.

Akhirnya, setelah berpikir sebentar, gw tanya kata siapa itu. Dia bilang kata gurunya di Bimbel (bimbingan belajar, anak sekarang memang lain banget dengan kita dulu, baru SD aja udah bimbel…). Gw tanya lagi, kok ngasih tau kayak gitu, emang dalam rangka apa? Dia jawab, ada di pelajaran IPA, tapi di sekolah baru akan dikasih minggu depan.

Wah…ternyata sudah ada sex education di SD toh. Gw akuin, bagus. Tapi harusnya orangtua murid diberi ‘pengarahan’ dulu, supaya siap kalau terjadi hal-hal seperti di atas. Materi apa saja yang disampaikan, seperti apa penyampaiannya, bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti di atas; itu semua perlu dibicarakan dengan orangtua murid. Dan yang terpenting, apakah semua itu membuat si anak waspada untuk bisa ‘menjaga diri’nya atau tidak, dengan semakin dini seseorang mendapatkan sex education. Jadi buat orangtua yang sebentar lagi anaknya berada di kelas 6 SD, siap-siap aja kalau tiba-tiba mengalami hal yang sama seperti di atas.

Tapi, alhamdulillah, masalah tersebut sampai sejauh ini sih bisa diatasi. Gw bilang aja, kalau itu tuh alami, wajar, dan ga perlu terlalu dipikirin. Itu kan dilakukan salah satunya biar bisa punya anak. Lagipula kan masih lama dia menikah. Jangan takut, liat aja orang di sekeliling dia yang sudah menikah (gw contohin gw sendiri dengan suami, kakek-neneknya, om-tantenya, dll), kan ga kelihatan takut bahkan happy kok. Dan untungnya dia mau mengerti, walaupun kadang-kadang masih suka nyeletuk masalah itu, kalau kita sedang berbicara yang nyrempet hal itu. Misalnya godain dia, mau ngasih ade lagi, dia kemudian komentar: “Ih.. ‘itu’nya Ayah harus masuk ke ‘itu’nya Bunda dong…” (sorry, agak vulgar lagi) Dasar…yang mulai ABG…

4 comments:

Zilko said...

Walah2, tapi bener juga sih, daripada kalo ga ada sex education ntar malah jadi lebih ga baik juga...

Leny Puspadewi said...

Ga baik ya...? Tp dulu zaman gw ga ada tuh... tetep baik2 aja... zamannya udah laen, bisa laen juga hasilnya kali ya...

arman said...

Ha...ha... Geli banget bacanya.
Sedini itukah? Bisa jadi warning juga nih buat gue. Do not underestimate your child.

Leny Puspadewi said...

Arman >> Iya, sy & ayahnya jg suka ketawa2 kalo mendengar omongan anak yang mulai ABG tentang hal itu. Makanya musti siap2, anak sekarang emg beda sama jaman kita dulu, lebih kritis dan berani unjuk perasaan.